Sumber : Dr. Uhar Suharsaputra
A. PENGERTIAN
FILSAFAT
Secara
etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti cinta
dan”sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R.
Pudjawijatna (1963 : 1) “Filoartinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya,
yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia artinya
kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi
menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Kecintaan
pada kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk proses, artinya
segala upaya pemikiran untuk selalu mencari hal-hal yang bijaksana, bijaksana
di dalamnya mengandung dua makna yaitu baik dan benar, baik adalah sesuatu yang
berdimensi etika, sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional, jadi
sesuatu yang bijaksana adalah sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian
berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan
kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir
secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat
mengandung kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir
berarti filsafat atau berfilsafat.Sutan Takdir Alisjahbana (1981)
menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia
yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih memahami
mengenai makna filsafat berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang
dikemukakan oleh para akhli :
1.
Plato salah
seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum Masehi mengartikan
filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2.
Aristoteles (382
– 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat
bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3.
Cicero (106
– 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan
usaha-usaha mencapai hal tersebut.
4.
Al
Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim
mendefinidikan Filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana
hakikatnya yang sebenarnya.
5.
Immanuel
Kant (1724
– 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu :
a) Metafisika
(apa yang dapat kita ketahui).
b) Etika
(apa yang boleh kita kerjakan).
c) Agama
( sampai dimanakah pengharapan kita)
d) Antropologi
(apakah yang dinamakan manusia).
6.
H.C
Webb dalam
bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat mengandung
pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan
tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia
kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
7.
Harold
H. Titus dalam bukunya Living Issues in
Philosophy mengemukakan beberapa pengertian filsafat yaitu :
a) Philosophy
is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).
b) Philosophy
is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah suatu
metode berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c) Philosophy
is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
d) Philosophy
is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem berfikir)
Dari
beberapa pengertian di atas nampak bahwa ada akhli yang menekankan pada
subtansi dari apa yang difikirkan dalam berfilsafat seperti pendapat Plato dan
pendapat Al Farabi, Aristoteles lebih menekankan pada cakupan apa
yang difikirkan dalam filsafat demikian juga Kant setelah menyebutkan sifat
filsafatnya itu sendiri sebagai ilmu pokok, sementara itu Cicero disamping
menekankan pada substansi juga pada upaya-upaya pencapaiannya. Demikian juga H.C.
Webb melihat filsafat sebagai upaya penyelidikan tentang substansi yang
baik sebagai suatu keharusan dalam hidup di dunia. Definisi yang nampaknya
lebih menyeluruh adalah yang dikemukakan oleh Titus, yang menekankan pada
dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap, metode berfikir, substansi masalah,
serta sistem berfikir.
B. CIRI-CIRI
FILSAFAT
Bila
dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berfikir yang
mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana syarat-syarat
berfikir yang disebut berfilsafat yaitu : a) Berfikir dengan teliti,
dan b) Berfikir menurut aturan yang pasti. Dua ciri tersebut menandakan
berfikir yang insaf, dan berfikir yang demikianlah yang disebut berfilsafat.
Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri ber-Filsafat
atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal. Radikal bermakna
berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak tanggung-tanggung
sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak terbelenggu oleh berbagai
pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik artinya berfikir secara
teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh
tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.
a) Metodis :
menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf (akhli filsafat)
dalam proses berfikir
b) Sistematis :
berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan
sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
c) Koheren :
diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan
dan tersusun secara logis
d) Rasional :
mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah
logika)
e) Komprehensif :
berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
f) Radikal :
berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan
esensi yang sedalam-dalamnya
g) Universal :
muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan
manusia secara keseluruhan
Dengan
demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi
berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan
mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta
merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan
dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap
masalah/substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran
jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.
C. OBJEK
FILSAFAT
Pada
dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas
dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu
dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran. Louis
Kattsoff menyebutkan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya
yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia, Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu
berpangkal pada pemikiran keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut
sistem.
Sementara
itu Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-tiap manusia yang mulai
berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam dunia akan
menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting, sehingga
persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu : 1)
Adakah Allah dan siapakan Allah itu ?, 2)
apa dan siapakah manusia ?, dan 3) Apakah
hakekat dari segala realitas, apakah maknanya, dan apakah intisarinya ?. Lebih
jauh E.C. Ewing dalam bukunyaFundamental Questions of Philosophy (1962)
menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat
menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter
(materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara
materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab),
Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak),
dan God (Tuhan).
Pendapat-pendapat
tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik
dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah,
sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang
maujud dalam sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih
sistematis para akhli membagi objek filsafat ke dalam objek material dan obyek
formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan
bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang
menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang
Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada
(segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat
Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha
mencari keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan
demikian objek material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin
ada yang dapat difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat
menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek material tersebut,
dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut pandang yang
digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.
D. SISTIMATIKA
FILSAFAT
Adapun
Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah :
1. Ontologi.
Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on = being/ada; logos =
pemikiran/ ilmu/teori).
2. Epistemologi.
Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta proses terjadinya
pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge; logos =
ilmu/teori/pemikiran)
3. Axiologi.
Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai (axios = value; logos
= teori/ilmu/pemikiran)
Sementara
itu menurut Gahral Adian, Pendekatan filsafat melalui
sistimatika dapat dilakukan dengan
mengacu pada tiga pernyataan
yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yaitu :
1. Apa
yang dapat saya ketahui ?
2. Apa
yang dapat saya harapkan ?
3. Apa
yang dapat saya lakukan ?
ketiga
pertanyaan tersebut menghasilkan tiga wilayah besar filsafat yaitu
wilayah pengetahuan, wilayah ada, dan wilayah nilai. Ketiga wilayah besar
tersebut kemudian dibagi lagi kedalam wilayah-wilayah bagian yang lebih
spesifik. Wilayah nilai mencakup nilai etika(kebaikan) dan nilai estetika (keindahan),
wilayah Ada dikelompokan ke dalam Ontologi danMetafisika,
dan wilayah pengetahuan dibagi ke dalam empat wilayah yaitu filsafat Ilmu,
Epistemologi, Metodologi, dan Logika.
E. PENDEKATAN
DALAM MEMPELAJARI FILSAFAT
Upaya
memahami apa yang dimaksud dengan filsafat dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan, secara umum, pendekatan yang diambil dapat dikategorikan
berdasarkan sudut pandang terhadap filsafat, yakni filsafat sebagai produk dan
filsafat sebagai proses. Sebagai produk artinya melihat filsafat sebagai
kumpulan pemikiran dan pendapat yang dikemukakan oleh filsuf, sedangkan sebagai
proses, filsafat sebagai suatu bentuk/cara berfikir yang sesuai dengan
kaidah-kaidah berfikir filsafat.
Menurut Donny
Gahral Adian (2002), terdapat empat pendekatan dalam melihat/memahami
filsafat yaitu:
A. Pendekatan
Definisi.
B. Pendekatan
Sistimatika.
C. Pendekatan
Tokoh
D. Pendekatan
Sejarah
Pendekatan
Definisi. Dalam pendekatan ini filsafat dicoba difahami
melalui berbagai definisi yang dikemukakan oleh para akhli, dan dalam hubungan
ini penelusuran asal kata menjadi penting, mengingat kata filsafat itu sendiri
pada dasarnya merupakan kristalisasi/representasi dari konsep-konsep yang
terdapat dalam definisi itu sendiri, sehingga pemahaman atas kata filsafat itu
sendiri akan sangat membantu dalam memahami definisi filsafat.
Pendekatan
Sistimatika. Objek material Filsafat adalah
serwa yang ada dengan berbagai variasi substansi dan tingkatan. Objek material
ini bisa ditelaah dari berbagai sudut sesuai dengan fokus keterangan yang
diinginkan. Variasi fokus telaahan yang mengacu pada objek formal melahirkan
berbagai bidang kajian dalam filsafat yang menggambarkan sistimatika,
Pendekatan
Tokoh. Pada umumnya para filsuf jarang membahas
secara tuntas seluruh wilayah filsafat, seorang filsuf biasanya mempunyai fokus
utama dalam pemikiran filsafatnya. Dalam pendekatan ini seseorang mencoba
mendalami filsafat melalui penelaahan pada pemikiran-pemikiran yang dikemukakan
oleh para Filsuf, yang terkadang mempunyai kekhasan tersendiri, sehingga
membentuk suatu aliran filsafat tertentu, oleh karena itu pendekatan tokoh juga
dapat dikelompokan sebagai pendekatan Aliran, meskipun tidak semua Filsuf
memiliki aliran tersendiri.
Pendekatan
Sejarah. Pendekatan ini berusaha memahami filsafat
dengan melihat aspek sejarah dan perkembangan pemikiran filsafat dari waktu ke
waktu dengan melihat kecenderungan-kecenderungan umum sesuai dengan semangat
zamannya, kemudian dilakukan periodisasi untuk melihat perkembangan pemikiran
filsafat secara kronologis.
Dari
pendekatan-pendekatan tersebut di atas, nampak sekali bahwa untuk memahami
filsafat seseorang dapat memasukinya melalui empat pintu, namun demikian bagi
pemula, pintu-pintu tersebut harus dilalui secara terurut, mengingat pintu
pendekatan Tokoh dan pendekatan Historis perlu didasari dengan pemahaman awal
tentang filsafat yang dapat diperoleh melalui pintu pendekatan definisi dan
pendekatan sistematika.
0 komentar:
Posting Komentar