ILMU PENGETAHUAN
There can be no living science unless there is a widespread instinctive conviction in the exixtence of an order of things, and in particular, of an order of nature (Alfred North Whitehead)
Barang siapa menginginkan dunia, hendaklah berilmu, barang siapa menginginkan akhirat, hendaklah berilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya, hendaklah berilmu (Al Hadist)
A. PENGERTIAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
- Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
- Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (An English reader’s dictionary)
- Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
- Science is the complete and consistent description of facts and experience in the simplest possible term”(Karl Pearson)
- Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of what being studied” (Ashley Montagu)
- Science is the system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are verified by practical experience(V. Avanasyev)
Sedangkan jika dilihat dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga sudut pandang berkaitan dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu :
- Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu.
- Ilmu sebagai aktivitas, artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara aktif, menggali, mencari, mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan itu diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (Study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (Search).
- Ilmu sebagi metode, artinya ilmu pada dasarnya adalah suatu metode untuk menangani masalah-masalah, atau suatu kegiatan penelaahan atau proses penelitian yang mana ilmu itu mengandung prosedur, yakni serangkaian cara dan langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan dikenal sebagai metode
Harsoyo mendefinisikan ilmu dengan melihat pada sudut proses historis dan pendekatannya yaitu :
- Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan
- Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindra manusia.
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan, dalam hubungan ini Moh Hatta menyatakan bahwa Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu, dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui upaya mencari keterangan atau penjelasan.
Lebih jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebabagaimana diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
- Ilmu adalah sejenis pengetahuan
- Tersusun atau disusun secara sistematis
- Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
- Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus difikirkan, disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai kekhasan dalam objeknya
B. CIRI-CIRI ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Secara umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya yang menjadi ciri dari ilmu, meskipun untuk tiap definisi memberikan titik berat yang berlainan. Menurut The Liang Gie secara lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
· Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)
· Sistematis (tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling bergantung dan teratur)
· Objektif (terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)
· Analitis (menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)
· Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya)
Sementara itu Beerling menyebutkan ciri ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah :
- Mempunyai dasar pembenaran
- Bersifat sistematik
- Bersifat intersubjektif
Ilmu perlu dasar empiris, apabila seseorang memberikan keterangan ilmiah maka keterangan itu harus memmungkintan untuk dikaji dan diamati, jika tidak maka hal itu bukanlah suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah, melainkan suatu perkiraan atau pengetahuan biasa yang lebih didasarkan pada keyakinan tanpa peduli apakah faktanya demikian atau tidak. Upaya-upaya untuk melihat fakta-fakta memang merupakan ciri empiris dari ilmu, namun demikian bagaimana fakta-fakta itu dibaca atau dipelajari jelas memerlukan cara yang logis dan sistematis, dalam arti urutan cara berfikir dan mengkajinya tertata dengan logis sehingga setiap orang dapat menggunakannya dalam melihat realitas faktual yang ada.
Disamping itu ilmu juga harus objektif dalam arti perasaan suka-tidak suka, senang-tidak senang harus dihindari, kesimpulan atau penjelasan ilmiah harus mengacu hanya pada fakta yang ada, sehingga setiap orang dapat melihatnya secara sama pula tanpa melibatkan perasaan pribadi yang ada pada saat itu. Analitis merupakan ciri ilmu lainnya, artinya bahwa penjelasan ilmiah perlu terus mengurai masalah secara rinci sepanjang hal itu masih berkaitan dengan dunia empiris, sedangkan verifikatif berarti bahwa ilmu atau penjelasan ilmiah harus memberi kemungkinan untuk dilakukan pengujian di lapangan sehingga kebenarannya bisa benar-benar memberi keyakinan.
Dari uraian di atas, nampak bahwa ilmu bisa dilihat dari dua sudut peninjauan, yaitu ilmu sebagai produk/hasil, dan ilmu sebagai suatu proses. Sebagai produk ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang tersistematisir dan terorganisasikan secara logis, seperti jika kita mempelajari ilmu ekonomi, sosiologi, biologi. Sedangkan ilmu sebagai proses adalah ilmu dilihat dari upaya perolehannya melalui cara-cara tertentu, dalam hubungan ini ilmu sebagai proses sering disebut metodologi dalam arti bagaimana cara-cara yang mesti dilakukan untuk memperoleh suatu kesimpulan atau teori tertentu untuk mendapatkan, memperkuat/menolak suatu teori dalam ilmu tertentu, dengan demikian jika melihat ilmu sebagai proses, maka diperlukan upaya penelitian untuk melihat fakta-fakta, konsep yang dapat membentuk suatu teori tertentu.
C. FUNGSI DAN TUJUAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Lahirnya dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya penerapan Ilmu dalam bentuk Teknologi yang telah menjadikan manusia lebih mampu memahami berbagai gejala serta mengatur Kehidupan secara lebih efektif dan efisien. Hal itu berarti bahwa ilmu mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri.
Kerlinger dalam melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan dua sudut pandang tentang ilmu yaitu pandangan statis dan pandangan dinamis. Dalam pandangan statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi sumbangan bagi sistimatisasi informasi bagi dunia, tugas ilmuwan adalah menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi yang sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti bahwa dalam pandangan ini penekanannya terletak pada keadaan pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta upaya penambahannya baik hukum, prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih bersifat praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).
Pandangan ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau pandangan heuristik (arti heuristik adalah menemukan), dalam pandangan ini ilmu dilihat lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan skema konseptual yang saling berkaitan yang sangat penting bagi penelitian. Dalam pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk hukum-hukum umum yang melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau objek empiris yang menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat memprediksi kejadian-kejadian masa datang, seperti dikemukakan oleh Braithwaite dalam bukunya Scientific Explanation bahwa the function of science… is to establish general laws covering the behaviour of the empirical events or objects with which the science in question is concerned, and thereby to enable us to connect together our knowledge of the separately known events, and to make reliable predictions of events as yet unknown.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang bersifat unpredictable.
Dengan dasar fungsi tersebut, maka dapatlah difahami tentang tujuan dari ilmu, apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh ilmu. Sheldon G. Levy menyatakan bahwa science has three primary goals. The first is to be able to understand what is observed in the world. The second is to be able to predict the events and relationships of the real world. The third is to control aspects of the real world, sementara itu Kerlinger menyatakan bahwa the basic aim of science is theory.dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari ilmu adalah untuk memahami, memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian di dunia, disamping untuk menemukan atau memformulasikan teori, dan teori itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu sehingga dapat diperoleh kefahaman, dan dengan kepahaman maka prediksi kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas yang cukup tinggi, asalkan teori tersebut telah teruji kebenarannya.
D. STRUKTUR ILMU
Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Menurut Savage & Amstrong, struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization. Dengan demikian struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi, keterkaitan tersebut membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu menurut H.E. Kusmana struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan.
Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :
1. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya.
2. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Dari gambar tersebut nampak bahwa bagian yang paling dasar adalah fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi bahan atau digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep menunjukan ciri keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang lebih universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh waktu dan tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana saja (hal ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun demikian keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya.
1. Fakta dan Konsep.
Fakta merupakan Building Blocks untuk mengembangkan konsep, generalisasi (Schuncke : facts are building blocks from which concept and generalization are constructed) dan teori. Menurut Bertrand Russel fakta adalah segala sesuatu yang berada di dunia, ini berarti gejala apapun baik gejala alam maupun gejala human merupakan fakta yang bisa menjadi bahan baku bagi pembentukan konsep-konsep, namun demikian karena luasnya, maka tiap-tiap ilmu akan menyeleksi fakta-fakta tersebut sesuai dengan orientasi ilmunya.
Fakta mempunyai peranan yang penting bagi teori, dan mempunyai interaksi yang tetap dengan teori, menurut Moh. Nazir peranan fakta terhadap teori adalah :
· Fakta menolong memprakarsai teori
· Fakta memberi jalan dalam mengubah atau memformulasikan teori baru
· Fakta dapat membuat penolakan terhadap teori
· Fakta memperterang dan memberi definisi kembali terhadap teori.
Konsep adalah label atau penamaan yang dapat membantu seseorang membuat arti informasi dalam pengertian yang lebih luas serta memungkinkan dilakukan penyederhanaan atas fakta-fakta sehingga proses berfikir dan pemecahan masalah lebih mudah. Menurut Bruner konsep merupakan abstraksi atas kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat.
Menurut pendapat Bruner, Goodnow dan Austin sebagaimana dikutip oleh Hamid Hasan (1996) menyatakan bahwa dalam ilmu-ilmu sosial dikenal tiga jenis konsep yaitu :
a) Konsep konjungtif. Yaitu konsep yang paling rendah yang menggambarkan benda atau sifat yang menjadi anggota konsep dengan tingkat persamaan yang tinggi dengan jumlah atribut yang banyak. Contoh konep Buku Pengantar Manajemen Perkantoran yaitu buku yang ditulis untuk mahasiswa yang baru belajar manajemen perkantoran oleh pengarang A, warna sampul biru, tebalnya 200 halaman.
b) Konsep disjungtif. Adalah konsep yang memiliki anggota dengan atribut yang memiliki nilai beragam, konsep jenis ini punya kedudukan lebih tinggi. Sontoh konsep alat kantor. Atribut untuk konsep ini cukup beragam dengan masing-masing punya bentuk dan fungsi khusus seperti kertas untuk dipakai menulis, mesin tik untuk mengetik, perforator, hekter yang mempunyai fungsi berbeda-beda.
c) Konsep relasional. Yaitu konsep yang menunjukan kebersamaan antara anggotanya dalam suatu atribut berdasarkan kriteria yang abstrak dan selalu dalam hubungan dengan kriteria tertentu. Konsep ini terbentuk karena adanya relasi/hubungan yang diciptakan dalam pengertian yang dikandungnya. Contoh konsep Jarak. Konsep ini dikembangkan berdasarkan kedudukan dua titik, yang apabila dihitung secara objektif akan diperoleh angka yang menggambarkan posisi kedua titik tersebut, sehingga dapat diketahui jauh dekatnya (contoh, tambahan dari Penulis)
Sementara itu menurut Sofian Effendi, jika dilihat hubungannya dengan realitas/fakta, akan ditemui dua jenis konsep yaitu pertama konsep-konsep yang jelas hubungannya dengan realitas (Misalnya : Meja, Lemari, Kursi) dan kedua konsep-konsep yang lebih abstrak dan lebih kabur hubungannya dengan realitas (misalnya : Emosi, Kecerdasan, Komitmen).
Sementara itu Prof. Dr. H. Bambang Suwarno, MA. Guru Besar UPI Bandung telah lama merumuskan penjabaran-penjabaran Konsep untuk kepentingan suatu penelitian kedalam tiga tingkatan yaitu konsep Teori, konsep empiris dan konsep Analitis, Konsep teori mempunyai tingkat abstarksi yang tinggi dan merupakan pengertian esensil dari suatu fenomena, konsep empiris merupakan gambaran konsep yang sudah dapat diobservasi, sementara konsep analitis merupakan konsep yang menunjukan apa dan bagaimana konsep empiris tersebut dapat diketahui untuk keperluan analisa, sebagai contoh dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.1.
Penjabaran Konsep
No
|
Konsep Teori
|
Konsep Empiris
|
Konsep Analitis
|
1.
|
Pendidikan
|
- Asal Sekolah
- Waktu menyelesaikan SLA
- Ijazah terakhir yang dimiliki
|
Jawaban responden tentang asal sekolah, waktu menyelesaikan sekolah dan ijazah terakhir yang dimiliki
|
2. Generalisasi dan Teori (Theory)
Generalisasi. Adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hal-hal khusus (induksi), generalisasi menggambarkan suatu keterhubungan beberapa konsep dan merupakan hasil yang sudah teruji secara empiris (empirical generalization), Generalisasi empiris adalah pernyataan suatu hubungan berdasarkan induksi dan terbentuk berdasarkan observasi tentang adanya hubungan tersebut. kebenaran suatu generalisasi ditentukan oleh akurasi konsep dan referensi pada fakta-fakta. Generalisasi yang diakui kebenarannya pada satu saat memungkinkan untuk dimodifikasi bila diperoleh fakta baru atau bukti-bukti baru, bahkan mungkin juga ditinggalkan jika lebih banyak bukti yang mengingkarinya .
Generalisasi berbeda dengan teori sebab teori mempunyai tingkat keberlakuan lebih universal dan lebih kompleks, sehingga teori sudah dapat digunakan untuk menjelaskan dan bahkan memprediksi kejadian-kejadian, pernyataan tersebut menunjukan bahwa apabila suatu generalisasi telah bertahan dari uji verifikasi maka generalisasi tersebut dapat berkembang menjadi teori, sebagaimana dikemukakan oleh Goetz & LeCompte bahwa teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis. Kerlinger dalam Bukunya Foundation of Behavioural Research mendefinisikan teori sebagai a set of interrelated constructs (concepts), definition, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relation variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena. Sementara itu Kenneth D. Bailey dalam bukunya Methods of Social Research menyatakan bahwa teori merupakan suatu upaya untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu serta harus dapat diuji, suatu pernyataan yang tidak dapat menjelaskan dan memprediksi sesuatu bukanlah teori, lebih jauh Bailey menyebutkan bahwa komponen-komponen dasar dari teori adalah Konsep (Concept) dan variabel (Variable).
Teori terdiri dari sekumpulan konsep yang umumnya diikuti oleh relasi antar konsep sehingga tergambar hubungannya secara logis dalam suatu kerangka berpikir tertentu. Konsep pada dasarnya merupakan suatu gambaran mental atau persepsi yang menggambarkan atau menunjukan suatu fenomena baik secara tunggal ataupun dalam suatu kontinum, konsep juga sering diartikan sebagai abstraksi dari suatu fakta yang menjadi perhatian Ilmu, baik berupa keadaan, kejadian, individu ataupun kelompok. Umumnya konsep tidak mungkin/sangat sulit untuk diobservasi secara langsung, oleh karena itu untuk keperluan penelitian perlu adanya penjabaran-penjabaran ke tingkatan yang lebih kongkrit agar observasi dan pengukuran dapat dilakukan. Dalam suatu teori, konsep-konsep sering dinyatakan dalam suatu relasi atau hubungan antara dua konsep atau lebih yang tersusun secara logis, pernyataan yang menggambarkan hubungan antar konsep disebut proposisi, dengan demikian konsep merupakan himpunan yang membentuk proposisi, sedangkan proposisi merupakan himpunan yang membentuk teori.
Adapun teori menurut Redja Mudyahardjo dapat dibagi menurut tingkatannya ke dalam teori induk, teori formal, dan teori substantif dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Teori induk dan model/paradigma teoritis. Yaitu sistem pernyataan yang saling berhubungan erat dan konsep-konsep abstrak yang menggambarkan, memprediksi atau menerangkan secara komprehensif hal-hal yang luas tentang gejala-gejala yang tidak dapat diukur tingkat kemungkinannnya (misalnya teori-teori manajemen). Teori dapat dikembangkan/dijabarkan ke dalam model-model teoritis yang menggambarkan seperangkan asumsi, konsep atau pernyataan yang saling berkaitan erat yang membentuk sebuah pandangan tentang kehidupan (suatu masalah). Model teoritis biasanya dapat dinyatakan secara visual dalam bentuk bagan.
b) Teori formal dan tingkat menengah. Yaitu pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan, yang dirancang untuk menerangkan suatu kelompok tingkah laku secara singkat (misalnya teori manajemen menurut F.W. Taylor)
c) Teori substantif. Yaitu pernyataan-pernyataan atau konsep-konsep yang saling berhubungan, yang berkaitan dengan aspek-aspek khusus tentang suatu kegiatan (misalnya fungsi perencanaan)
Sementara itu Goetz dan LeCompte membagi teori ke dalam empat jenis yaitu :
· Grand Theory (teori besar). Yaitu sistem yang secara ketat mengkaitkan proposisi-proposisi dan konsep-konsep yang abstrak sehingga dapat digunakan menguraikan, menjelaskan dan memprediksi secara komprehensif sejumlah fenomena besar secara non-probabilitas.
· Theoritical model (model teoritis, yaitu keterhubungan yang longgar (tidak ketat) antara sejumlah asumsi, konsep, dan proposisi yang membentuk pandangan ilmuwan tentang dunia.
· Formal and middle-range theory (teori formal dan tingkat menengah). Yaitu proposisi yang berhubungan, yang dikembangkan untuk menjelaskan beberapa kelompok tingkah laku manusia yang abstrak.
· Substantive theory (teori substantif). Adalah teori yang paling rendah tingkatan abstraksi dan sangat terbatas dalam keumuman generalisasinya (Hamid Hasan. 1996)
Teori pada dasarnya merupakan alat bagi ilmu (tool of science), dan berperan dalah hal-hal berikut (Moh. Nazir. 1985) :
· Teori mendefinisikan orientasi utama ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat abstraksinya
· Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana manafenomena-fenomena yang relevan disistematiskan, diklasifikasikan dan dihubung-hubungkan
· Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
· Teori memberikan prediksi terhadap fakta
· Teori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita
3. Proposisi dan asumsi
Proposisi. Konstruksi sebuah teori terbentuk dari proposisi, dan proposisi merupakan suatu pernyataan mengenai satu atau lebih konsep/variabel, proposisi yang menyatakan variabel tunggal disebut proposisi univariate, bila menghubungkan dua variabel disebut proposisi multivariat sedang bila proposisi itu menghubungkan lebih dari dua variabel disebut proposisi multivariat. Adapun jenis-jenis proposisi (sub tipe proposisi) adalah :
1) Hipotesis. Yaitu proposisi yang dinyatakan untuk dilakukan pengujian, menurut kamus Webster’s (1968) Hypothesis adalah a tentative assumption made in order to draw out and testits logical or empirical consequences, sementara itu Bailey mendefinisikan hipotesis sebagai a tentative explanation for which the evidence necessary for testing, dengan demikian hipotesis dapat dipahami sebagai anggapa atau penjelasan sementara yang masih memerlukan pengujian di lapangan, jadi jika kita berpendapat bahwa terdapat hubungan antara konsep/variabel X dengan variabel Y, maka pertama dinyatakan sebagai hipotesis untuk kemudian menguji hipotesis tersebut di lapangan (dalam penelitian), apakah fakta lapangan menerima atau menolaknya. Adapun dasar hipotesis dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya dari pengamatan sehari-hari, dari hasil penelitian yang sudah ada, dari analisis data lapangan, atau dari teori.
2) Generalisasi empiris. Pernyataan hubungan yang di dasarkan pada hasil penelitian lapangan (induksi). Generalisasi merupakan keumuman sifat atau pola yang disimpulkan dari penelitian atas fakta-fakta yang terdapat di lapangan.
3) Aksioma. Proposisi yang kebenarannya mengacu pada proposisi-proposisi lainnya, aksioma terkadang disebut teori deduktif, dengan konotasi matematis dan proposisi jenis ini biasanya mempunyai tingkat abstraksi yang tinggi, sandaran aksioma adalah rasional logis berdasarkan hukum berfikir yang benar
4) Postulat. Proposisi yang punya makna hampir sama dengan aksioma namun kebenaran pernyataannya telah teruji secara empiris.
5) Teorema. Proposisi yang didasarkan pada serangkaian aksioma atau postulat
Adapun karakteristik dari proposisi tersebut di atas hubungannya dengan perolehan dan kemungkinan pengujiannya dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 3.2.
Tipe proposisi, perolehan dan pengujiannya
Nama proposisi
|
Perolehan
|
Pengujian langsung
|
Hypothesis
|
Deduksi atau berdasarkan data
|
Bisa
|
Generalisasi empiris
|
Berdasarkan data
|
Bisa
|
Aksioma
|
Benar karena definisi
|
Tidak
|
Postulat
|
Dianggap benar
|
Tidak
|
Teorema
|
Deduksi dari aksioma atau postulat
|
Bisa
|
Diadaptasi dari Kenneth D. Bailey (1982)
Asumsi biasanya dipadankan dengan istilah anggapan dasar, menurut Komaruddin (1988 : 22), bahwa : “Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh atau dianggap konstan. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi. Dan asumsi bermaksud membatasi masalah.” dalam setiap judgment dan atau kesimpulan dalam bidang ilmu di dalamnya tersirat suatu anggapan dasar tertentu yang menopang kekuatan kesimpulan/judgmen tertentu.
Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah Ceteris Paribus artinya keadaan lain dianggap tetap, ini merupakan asumsi yang dapat memperkuat suatu kesimpulan atau teori, misalnya hukum permintaan menyatakan bahwa bila permintaan naik maka harga akan naik, hukum ini jelas tidak akan berlaku bila misalnya penawaran naik, untuk itu faktor penawaran naik dianggap tidak ada atau tidak berpengaruh terhadap harga (ceteris paribus), ini berarti bahwa asumsi bisa dipandang sebagai syarat berlakunya suatu kesimpulan (atau kondisi tertentu) Dengan demikian asumsi merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami, mengingat tidak stiap pernyataan/kesimpulan ilmiah menyatakan dengan jelas/eksplisit asumsinya, meskipun sebaiknya dalam penulisan karya ilmiah seperti skripsi dinyatakan secara eksplisit.
4. Definisi/batasan.
Ilmu harus benar-benar bercirikan keilmiahan, dia perlu terus melakukan pengkajian, mengumpulkan konsep-konsep dan hukum-hukum/prinsip-prinsip umum, tidak memihak dalam mengembangkan ruang lingkup pengetahuan. Di dalamnya dikembangkan relasi antar konsep/variabel, meneliti fakta-fakta untuk kemudian dikembangkan generalisasi dan teori-teori serta perlu dilakukan upaya verifikasi untuk menguji validitas teori/ilmu dengan menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan arah kajiannya, dan untuk menghindari berbagai pendapat yang bisa mengaburkan atas suatu aktivitas ilmiah, maka konsep-konsep/variabel-variabel perlu diberikan pembatasan atau definisi sebagai koridor untuk mencapai pemahaman yang tepat.
Isi dari suatu konsep baru jelas apabila konsep tersebut didefinisikan, disamping menghindari salah pemahaman mengingat suatu konsep terkadang mempunyai banyak makna dan pengertian. Definisi adalah pernyataan tentang makna atau arti yang terkandung dalam sebuah istilah atau konsep. Dalam setiap karya ilmiah menentukan definisi menjadi hal yang sangat penting. Apabila ditinjau dari sudut bentuk pernyataannya menurut Redja Mudyahardjo(2001) definisi dapat dibedakan dalam dua macam yaitu :
a) Definisi konotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara jelas/eksplisit tentang isi yang terkandung dalam istilah/konsep yang didefinisikan. Definisi konotatif dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu definisi leksikan/definisi menurut kamus, dan definisi stiputatif yaitu definisi yang menyebutkan syarat-syarat yang menjadi makna konsep tersebut, atau ketentuan dari suatu pihak mengenai arti apa yang hendaknya diberikan. Dalam definisi stipulatif terdapat beberapa jenis definisi yaitu 1) definisi nominan atau definisi verbal yaitu definisi yang memperkenalkan istilah-istilah baru dalam menyatakan konsep yang didefinisikan; 2) definisi deskriptif yaitu definisi yang menggambarkan lebih lanjut dan rinci dari definisi leksikal; 3) definisi operasional/definisi kerja yaitu definisi yang menggambarkan proses kerja atau kegiatan yang spesifik dan rinci yang diperlukan untuk mencapopai tujuan yang menjadi makna konsep yang didefinisikan; definisi teoritis yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat karakteristik yang tepat tentang sustu istilah atau konsep.
b) Definisi denotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat luas pengertian dari istilah/konsep yang didefinisikan, luas pengertian adalah hal-hal yang merupakan bagian kelas dari konsep yang didefinisikan. Cara untuk mendefinisikan konsep secara denotatif adalah dengan jalan menyebutkan keseluruhan bagian atau salahsatu bagian yang termasuk dalam kelas dari konsep yang didefinisikan.
Sementara itu menurut Hasbulah Bakry, terdapat lima macam definisi yaitu :
1) Obstensive definition, yaitu definisi yang menerangkan sesuatu secara deminstratif, misalnya Kursi adalh ini (atau itu) sambil menunjuk pada kursinya, oleh karena demikian maka definisi macam ini sering juga disebut demonstrative definition.
2) Biverbal definition. Yaitu definisi yang menjelaskan sesuatu dengan memberikan sinonim nya, misalnya sapi adalah lembu.
3) Extensive definition, yaitu definisi yang menerangkan sesuatu dengan memberikan contoh-contohnya, misalnya ikan adalah hewan yang hidup dalam air seperti mujair, nila, gurame, dan sebagainya.
4) Analytic definition. Yaitu definisi yang menerangkan sesuatu dengan menguraikan bagian-bagiannya, misalnya negara adalah suatu wilayah yang punya pemerintahan, rakyat dan batas-batas daerahnya.
5) Descriptive definition, yaitu definisi yang menerangkan sesuatu dengan melukiskan sifat-sifatnya yang mencolok, misaalnya Gajah adalah binatang yang tubuhnya besar seperti gerbong, kakinya besar seperti pohon nyiur.
5. Paradigma
Menurut Webster’s Dictionary, paradigma adalah, pola, contoh atau model, sebagai istilah dalam bidang ilmu (sosial) paradigma adalah perspektif atau kerangka acuan untuk memandang dunia, yang terdiri dari serangkaian konsep dan asumsi. Sebenarnya konsep paradigma bukan hal yang baru, namun semakin mendapat penekanan sejak terbitnya buku karya Thomas Kuhn (1962) yang berjudul The structure of scientific revolution, dimana Kuhn sendiri mendefinisikan paradigma antara lain sebagai keseluruhan konstelasi daripada kepercayaan, nilai, teknologi dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota dari suatu kelompok tertentu. Definisi Kuhn ini banyak dikritik karena dianggap tidak jelas, namun pada edisi kedua dari bukunya Kuhn memberikan definisi yang lebih spesifik yang mempersamakan paradigma dengan contoh (exemplars). Karya Kuhn dalam perkembangannya telah membangkitkan diskusi di kalangan para ahli mengenai paradigma dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
George Ritter menyatakan bahwa paradigma merupakan citra dasar bidang kajian di dalam suatu ilmu (fundamental image of the subject matter withina science), lebih lanjut dia mengatakan bahwaterdapat empat komponen pokok yang membentuk suatu paradigma yaitu : Contoh suatu penelitian dalam bidang kajian, Suatu citra tentang bidang kajian, Teori, serta Metode dan alat penelitian. Sementara itu Bailey mendefinisikan paradigma sebagai jendela mental seseorang untuk melihat dunia.
Dengan dasar pengertian di atas, maka suatu masalah yang sama akan menghasilkan analisis dan kesimpulan yeng berbeda bila paradigma yang digunakan berbeda, sebagai contoh masalah Kemiskina (ledakan penduduk), menurut Malthus hal itu terjadi karena penduduk bertambah menurut deret ukur sedangkan bahan makanan bertambah menurut deret hitung, dan untuk mengatasinya perlu dilakukan population control; sementara menurut Marx, hal itu terjadi karena kapitalisme yang mengeksplotasi manusia, dan untuk mengatasinya adalah dengan pembentukan masyarakat sosialis. Terjadinya perbedaan tersebut tidak lain karena perbedaan paradigma antara Malthus dengan Marx.
E. OBJEK ILMU
Setiap ilmu mempunyai objeknya sendiri-sendiri, objek ilmu itu sendiri akan menentukan tentang kelompok dan cara bagaimana ilmu itu bekerja dalam memainkan perannya melihat realitas. Secara umum objek ilmu adalah alam dan manusia, namun karena alam itu sendiri terdiri dari berbagai komponen, dan manusiapun mempunyai keluasan dan kedalam yang berbeda-beda, maka mengklasifikasikan objek amat diperlukan. Terdapat dua macam objek dari ilmu yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah seluruh bidang atau bahan yang dijadikan telaahan ilmu, sedangkan objek formal adalah objek yang berkaitan dengan bagaimana objek material itu ditelaah oleh suatu ilmu, perbedaan objek setiap ilmu itulah yang membedakan ilmu satu dengan lainnya terutama objek formalnya. Misalnya ilmu ekonomi dan sosiologi mempunyai objek material yang sama yaitu manusia, namun objek formalnya jelas berbeda, ekonomi melihat manusia dalam kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia.
F. PEMBAGIAN/PENGELOMPOKAN ILMU
Semakin lama pengetahuan manusia semakin berkembang, demikian juga pemikiran manusia semakin tersebar dalam berbagai bidang kehidupan, hal ini telah mendorong para akhli untuk mengklasifikasikan ilmu ke dalam beberapa kelompok dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri, namun seara umum pembagian ilmu lebih mengacu pada obyek formal dari ilmu itu sendiri, sedangkan jenis-jenis di dalam suatu kelompok mengacu pada obyek formalnya.
Pada tahap awal perkembangannya ilmu terdiri dari dua bagian yaitu :
trivium yang terdiri dari :
· gramatika, tata bahasa agar orang berbicara benar
· dialektika, agar orang berfikir logis
· retorika, agar orang berbicara indah
Quadrivium yang terdiri dari :
ü aritmetika, ilmu hitung
ü geometrika, ilmu ukur
ü musika, ilmu music
ü astronomis, ilmu perbintangan
Pembagian tersebut di atas pada dasarnya sesuai dengan bidang-bidang ilmu yang menjadi telaahan utama pada masanya, sehingga ketika pengetahuan manusia berkembangan dan lahir ilmu-ilmu baru maka pembagian ilmupun turut berubah, sementara itu Mohammad Hatta membagi ilmu pengetahuan ke dalam :
Ø ilmu alam (terbagi dalam teoritika dan praktika)
Ø ilmu sosial (juga terbagi dalam teoritika dan praktika)
Ø ilmu kultur (kebudayaan)
sementara itu Stuart Chase membagi ilmu pengetahuan sebagai berikut :
1) Ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences)
· Biologi
· antropologi fisik
· ilmu kedokteran
· ilmu farmasi
· ilmu pertanian
· ilmu pasti
· ilmu alam
· geologi
· dan lain sebagainya
2) Ilmu-ilmu kemasyarakatan
· Ilmu hokum
· Ilmu ekonomi
· Ilmu jiwa social
· Ilmu bumi social
· Sosiologi
· Antropologi budaya an social
· Ilmu sejarah
· Ilmu politik
· Ilmu pendidikan
· Publisistik dan jurnalistik
· Dan lain sebagainya
3) Humaniora
· Ilmu agama
· Ilmu filsafat
· Ilmu bahasa
· Ilmu seni
· Ilmu jiwa
· Dan lain sebagainya
Dalam pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, Endang Saifudin Anshori menyatakan bahwa hal itu hendaknya jangan dianggap tegas demikian/mutlak, sebab mungkin saja ada ilmu yag masuk satu kelompok namun tetap bersentuhan dengan ilmu dalam kelompok lainnya.
A.M. Ampere berpendapat bahwa pembagian ilmu pengetahuan sebaiknya didasarkan pada objeknya atau sasaran persoalannya, dia membagi ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
ilmu yang cosmologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat jasadi, misalnya fisika, kimia dan ilmu hayat.
ilmu yang noologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat rohaniah seperti ilmu jiwa.
August Comte membagi ilmu atas dasar kompleksitas objek materilnya yang terdiri dari :
a) ilmu pasti
b) ilmu binatang
c) ilmu alam
d) ilmu kimia
e) ilmu hayat
f) sosiologi
Herbert Spencer, membagi ilmu atas dasar bentuk pemikirannya/objek formal, atau tujuan yang hendak dicapai, dia membagi ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
ilmu murni (pure science). Ilmu murni adalam ilmu yang maksud pengkajiannya hanya semata-mata memperoleh prinsi-prinsip umum atau teori baru tanpa memperhatikan dampak praktis dari ilmu itu sendiri, dengan kata lain ilmu untuk ilmu itu sendiri.
ilmu terapan (applied science), ilmu yang dimaksudkan untuk diterapkan dalam kehidupan paraktis di masyarakat.
Pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mesti dipandang sebagai kerangka dasar pemahaman, hal ini tidak lain karena pengetahuan manusia terus berkembang sehingga memungkinkan tumbuhnya ilmu-ilmu baru, sehingga pengelompokan ilmu pun akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tersebut, yang jelas bila dilihat dari objek materilnya ilmu dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok saja, yaitu ilmu yang mengkaji/menelaah alam dan ilmu yang menelaah manusia, dementara variasi penamaannya tergantung pada objek formal dari ilmu itu sendiri.
G. PENJELASAN ILMIAH (SCIENTIFIC EXPLANATION)
Sesuai dengan fungsinya untuk memberikan penjelasan tentang berbagai gejala, baik itu gejala alam maupun gejala sosial, maka ilmu mempunyai peranan penting dalam memberikan pemahaman tentang berbagai gejala tersebut. Semua orang punya kecenderungan untuk mencoba menjelaskan sesuatu gejala, namun tidak semua penjelasan tersebut merupakan penjelasan ilmiah (scientific explanation), mengingat penjelasan ilmiah (penjelasan yang mengacu pada ilmu)
Penjelasan ilmiah adalah adalah pernyataan-pernyataan mengenai masing-masing karakteristik sesuatu serta hubungan-hubungan yang terdapat diantara karakteristik tersebut, yang diperoleh melalui cara sistematis, logis, dapat dipertanggung jawabkan, serta terbuka/dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian penjelasan ilmiah merupakan penjelasan yang merujuk pada suatu kerangka ilmu, baik itu teori maupun fakta yang sudah mengalami proses induksi. Terdapat beberapa jenis penjelasan ilmiah yaitu :
a) genetic explanation. Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan cara melacak sesuatu tersebut dari awalnya atau asalnya.
b) intentional explanation. Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan melihat hal-hal yang mendasarinya atau yang menjadi tujuannya.
c) dispositional explanation. Yaitu penjelasan tentang suatu gejala dengan melihat karakteristik atau sifat dari gejala tersebut.
d) reasoning explanation (explanation through reason). Yaitu penjalasan yang dihubungkan dengan alasan mengapa sesuatu itu terjadi atau sesuatu itu dilakukan.
e) functional explanation. Yaitu penjelasan dengan melihat suatu gejala dalam konteks keseluruhan dari suatu sistem atau gejala yang lebih luas
f) explanation through empirical generalization. Yaitu penjelasan yang dibuat dengan cara menyimpulkan hubungan antara sejumlah gejala.
g) explanation through formal theory. Yaitu penjelasan yang menekankan pada adanya aturan hukum atau prinsip yang umumnya terbentuk memalui deduksi.
Dalam memberikan suatu penjelasan seseorang bisa saja menggunakan berbagai jenis penjelasan untuk makin memperkuat argumentasinya, dan hal ini tergantung pada gejala atau masalah yang ingin dijelaskannya.
H. SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki oleh ilmuwan, atau para pencari ilmu. Menurut Harsoyo, sikap ilmiah mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) sikap objektif (objektivitas)
b) sikap serba relative
c) sikap skeptic
d) kesabaran intetelektual
e) kesederhanaan
f) sikap tak memihak pada etik
Sementara ituTini Gantini dalam bukunya Metodologi Riset menyebutkan delapan ciri dari sikap ilmiah yaitu :
1) mempunyai dorongan ingin tahu, yang mendorong kegelisahan untuk meneliti fakta-fakta baru
2) tidak berat sebelah dan berpandangan luas terhadap kebenaran
3) ada kesesuaian antara apa yang diobservasi dengan laporannya
4) keras hati dan rajin dalam mencari kebenaran
5) mempunyai sifat ragu, sehingga terus mendorong upaya pencarian kebenaran/tidak pesimis
6) rendah hati dan toleran terhadap hal yang diketahui dan yang tidak diketahui
7) kurang mempunyai ketakutan
8) pikiran terbuka terhadap kebenaran-kebenaran baru.
Dari pendapat di atas dapat ditarik beberapa pokok yang menjadi ciri sikap ilmiah yaitu : objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak sombong, dan tidak memutlakan suatu kebenaran ilmiah. Ini berarti bahwa ilmuwan dan para pencari ilmu perlu terus memupuk sikap tersebut dalam berhadapan dengan ilmu, karena selalu terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap benar hari ini seperti suatu teori, mungkin saja pada suatu waktu akan digantikan oleh teori lain yang mempunyai atau menunjukan kebenaran baru.