BAB
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang Masalah
Akuntansi
sosial mulai berkembang di Inggris pada tahun 1970an. Social Accounting adalah
suatu cara untuk menunjukkan sejauh mana suatu organisasi dinyatakan memenuhi
tujuan sosial atau etis. Seringkali disebut sebagai Social Responsibility
Accounting.
Akuntansi
sosial disefenisikan sebagai “penyusunan, pengukuran, dan analisis terhadap
konsekuensi-konsekuensi sosial dan ekonomi dari perilaku yang berkaitan dengan
pemerintah dan wirausahawan”. Dalam hal ini, akuntansi sosial berarti
identifikasi, mengukur dan melaporkan hubungan antara bisnis dan lingkungannya.
Lingkungan bisnis meliputi sumber daya alam, komunitas dimasa bisnis tersebut
beroperasi, orang-orang yang dipekerjakan, pelanggan, pesaing, dan perusahaan
serta kelompok lain yang berurusan dengan bisnis tersebut. Prose pelaporan
dapat bersifat baik internal maupun eksternal.
Model-model
akuntansi dan ekonomi tradisional/klasik berfokus pada produksi dan distribusi
barang dan jasa kepada masyarakat. Akuntansi sosial memperluas model ini dengan
memasukkan dampak-dampak dari aktivitas perusahaan terhadap masyarakat.
Pergeseran
filosofis pengelolaan organisasi entitas bisnis yang mengalami perubahan dari
pandangan manajemen klasik ke manajemen moderen khususnya di beberapa negara
industri seperti Amerika dan Eropa telah melahirkan sebuah orientasi baru
tentang tanggung jawab perusahaan. Pandangan Manajemen klasik tentang tanggung
jawab perusahaan yang hanya beorientasi kepada pemilik modal dan kreditur
dengan mencapai tingkat laba maksimum telah bergeser dengan adanya konsep
Manajemen modern, dimana orientasi perusahaan dalam mencapai laba maksimum
perlu dihubungkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kearah keseimbangan
antara tuntutan para pemilik perusahaan, kebutuhan para pegawai, pelanggan,
pemasok, lingkungan dan juga masyarakat umum, karena menurut pandangan
Manajemen modern perusahaan dalam menjalankan operasionalnya harus berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya dan sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh
perusahaan semuanya berasal dari lingkungan sosial dimana perusahaan itu
berada. Oleh karena itu perusahaan sebagai organisasi bisnis harus mampu
merespon apa yang dituntut oleh lingkungan sosialnya, sehingga entitas bisnis
dan entitas sosial dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi untuk
kepentingan bersama.
Seiring
dengan perkembangan konsep manajemen tersebut, para akuntan juga membicarakan
bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam
ruang lingkup akuntansi (Hines, 1988) dalam Azhar Maksum, (1991), sehingga
tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan infromasi kepada para pemegang
saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa
perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality)
dalam rangka memberikan infromasi kepada beberapa kelompok orang luar yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami
bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial
Accounting), secara umum sebenarnya adalah tuntutan terhadap perluasan tanggung
jawab perusahaan.
Sejak
dekade tahun 70-an, masalah externality ini terus menjadi issu penting
dikalangan profesi akuntan. Beberapa penulis seperti Estes (1973); Bowman dan
Mason (1976); K.Most (1977); Carrol AB (1984); Henderson (1984) dan Chua (1990)
dalam Sawardjono (1991), menggambarkan beberapa contoh kongkrit yang dapat
dianggap sebagai externality, antara lain seperti melaporkan jumlah karyawan,
jaminan kesehatan, informasi tentang upaya pencegahan pencemaran lingkungan,
standar kualitas, pengepakan produk ramah lingkungan, penyaluran beasiswa
pendidikan, kesempatan magang, pelatihan kerja bagi mahasiswa, dan kepedulian
sosial kepada masyarakat sekitar industri. Permasalahan penting lainnya yang
menjadi isu dikalangan para akuntan sehubungan externalily adalah mengenai
seberapa jauh perusahaan harus bertanggung jawab terhadap sosial ekonomi
seluruhnya, dan bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk menggambarkan
transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut.
Di
Indonesia sendiri, permasalahan akuntansi sosial memang bukanlah hal yang baru,
para pakar akuntansi di Indonesia juga telah melakukan analisis dan studi
tentang kemungkinan penerapan akuntansi sosial di Indonesia (Harahap, 1988);
lihat juga Bambang Sudibyo (1988); Hadibroto (1988) dalam Arief Suadi (1988),
hanya saja akuntansi sosial menjadi kurang populer karena kemungkinan perusahaan-perusahaan
di Indonesia memanfaatkan laporan tahunan hanya sebagai laporan kepada
Shareholders dan Debtholders atau sebagai informasi bagi calon investor (Muslim
Utomo,2000).
Sebuah
analisis yang dilakukan oleh Bambang Sudibyo (1988) dalam Arief Suadi (1988)
menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kendala sulitnya penerapan
akuntansi sosial di Indonesia, yaitu (1) lemahnya tekanan sosial yang
menghendaki pertanggungjawaban sosial perusahaan, dan (2) rendahnya kesadaran
perusahaan di Indonesia tentang pentingnya pertanggung jawaban sosial.
I.2. Rumusan
Masalah
I.1.
Bagaimana gambaran akuntansi sosial?
I.2.
Bagaimana tujuan akuntansi sosial?
I.3.
Bagaimana penerapan akuntansi sosial di
Indonesia?
I.3.
Tujuan
I.3.1. Untuk
mengetahui gambaran akuntansi Sosial.
I.3.2. Untuk
mengetahui Tujuan Akuntansi Sosial
I.3.3. Untuk
mengetahui penerapan akuntansi sosial di Indoneia
BAB
II
KAJIAN
TEORI
II.1.
Definisi akuntansi sosial
Akuntansi
sosial (dikenal juga sebagai akuntansi sosial dan lingkungan, pelaporan sosial
perusahaan, pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan, pelaporan non-keuangan,
atau akuntansi keberlanjutan) adalah proses mengkomunikasikan dampak sosial dan
lingkungan dari tindakan ekonomi organisasi untuk kepentingan kelompok tertentu
dalam masyarakat dan untuk masyarakat luas.
Akuntansi
sosial umumnya digunakan dalam konteks bisnis, atau tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR), meskipun setiap organisasi, termasuk lembaga swadaya
masyarakat, lembaga amal, dan lembaga pemerintah dapat terlibat dalam akuntansi
sosial.
Istilah
Akuntansi Sosial (Social Accounting) sebenarnya bukan merupakan istilah baku
dalam akuntansi. Para pakar akuntansi membuat istilah masing-masing untuk
menggambarkan transaksi antara perusahaan dengan lingkungannnya, diantaranya :
Akuntansi
sosial menekankan konsep akuntabilitas perusahaan. Menurut D. Crowther
mendefinisikan akuntansi sosial dalam pengertian ini sebagai "sebuah pendekatan untuk melaporkan kegiatan
perusahaan yang menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi perilaku sosial
yang relevan, penentuan mereka kepada siapa perusahaan bertanggung jawab untuk
kinerja sosial dan pengembangan tindakan yang tepat dan teknik pelaporan."
Menurut
Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) mempergunakan istilah Social Accounting
dan mendefinisikannya sebagai “proses
pemilihan variabel-variabel yang menentukan tingkat prestasi sosial perusahaan
baik secara internal maupun eksternal.”
Menurut
Lee D Parker (1986) dalam Arief Suadi (1988) menggunakan istilah Sosial
Responsibility Accounting, yang merupakan cabang dari ilmu akuntansi.
Sementara
menurut Belkoui dalam Harahap (1993) membuat suatu terminologi Socio Economic
Accounting (SEA) yang berarti “proses
pengukuran, pengaturan dan pengungkapan dampak pertukaran antara perusahaan
dengan lingkungannya.”
Hadibroto
(1988); Bambang Sudibyo (1988) dan para pakar akuntansi di Indonesia
menggunakan istilah Akuntansi pertanggung jawaban sosial (APS) sebagai “akuntansi yang memerlukan laporan mengenai
terlaksananya pertanggungjawaban sosial perusahaan.”
Hendriksen
(1994), menggambarkan “akuntansi sosial
sebagai suatu pernyataan tujuan, serangkaian konsep sosial dan metode
pengukurannya, struktur pelaporan dan komunikasi informasi kepada pihak–pihak
yang berkepentingan.” Pernyataan Hendriksen (1994) tersebut memberikan
gambaran tentang hubungan mendasar antara konsep akuntansi sosial dengan
informasi yang dihasilkan, sehingga secara kongkrit informasi tersebut dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan
beberapa uraian diatas, pada dasarnya definisi yang diberikan oleh para pakar
akuntansi mengenai akuntansi sosial memiliki karakteristik yang sama,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988),
yaitu Akuntansi sosial berkaitan erat dengan masalah : (1) Penilaian dampak
sosial dari kegiatan entitas bisnis, (2) mengukur kegiatan tersebut (3)
melaporkan tanggungjawab sosial perusahaan, dan (4) sistem informasi internal
dan eksternal atas penilaian terhadap sumber-sumber daya perusahaan dan
dampaknya secara sosial ekonomi.
II.2.
Tujuan akuntansi sosial
Menurut
Ramanathan (1976), tujuan diterapkannya akuntansi sosial adalah
mengidentifikasikan
dan mengukur kontribusi sosial neto periodik suatu perusahaan,membantu
menentukan apakah strategi dan praktik perusahaan yang secara langsung
mempengaruhi relatifitas sumberdaya dan status individu, masyarakat dan
segmen-segmen sosial memberikan dengan cara yang optimal, kepada semua kelompok
sosial, informasi yang relevan tentang tujuan, kebijakan, program, strategi dan
kontribusi suatu perusahaan terhadap tujuan-tujuan sosial perusahaan.
Terdapat
beberapa tujuan dari akuntansi sosial yaitu :
1. Memberikan
informasi yang memungkinkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap masyarakat
dapat di evaluasi.
2. Membantu
menentukan apakah strategi dan praktik perusahaan yang secara langsung
mempengaruhi relatifitas sumberdaya dan status individu, masyarakat dan
segmen-segmen sosial adalah konsisten dengan prioritas sosial yang diberikan
secara luas pada satu pihak dan aspirasi individu pada pihak lain.
3. Memberikan
dengan cara yang optimal, kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan
tentang tujuan, kebijakan, program, strategi dan kontribusi suatu perusahaan
terhadap tujuan-tujuan sosial perusahaan.
Terdapat
beberapa tujuan lain diterapkannya akuntansi sosial, yaitu :
1.
Keterlibatan sosial merupakan respon
terhadap keinginan dan harapan masyarakat terhadap peranan badan usaha. Dalam
jangka panjang,hal ini sangat menguntungkan badan usaha.
2.
Keterlibatan sosial mungkin akan mempengamhi
perbaikan lingkungan, masyarakat yang mungkin akan menurunkan biaya produksi.
3.
Meningkatkan nama baik badan usaha, dan
akan menimbulkan simpati langganan, karyawan, investor dan lain-lain.
4.
Menghindari campur tangan pemerintah
dalam melindungi masyarakat. Campur tangan pemerintah cenderung membatasi peran
badan usaha sehingga jika badan usaha memiliki tanggung menghindari pembatasan
kegiatan jawab sosial mungkin dapat menghindari pembatasan kegiatan jawab
sosial mungkin dapat badan usaha.
5.
Dapat menunjukkan respon positif
terhadap norma dan masyarakat kepada badan usaha nilai yang berlaku sehingga
mendapat simpati masyarakat.
6.
Sesuai dengan keinginan pemegang saham,
dalam hal ini terkait dengan publik.
7.
Mengurangi tensi kebencian masyarakat kepada
badan usaha yang kadang-kadang tidak mungkin masyarakat dihindari.
8.
Membantu kepentingan nasional seperti konversi
alam, pemeliharaan, seni budaya, peningkatan adalah pendidikan rakyat, lapangan
kerja, dsb.
Berdasarkan
tujuan akuntansi sosial yang diuraikan diatas dapat dipahami bahwa akuntansi
sosial berperan dan menjalankan fungsinya sebagai bahasa bisnis yang
mengakomodasi masalah–masalah sosial yang dihadapi oleh perusahaan, sehingga
pos–pos biaya sosial yang dikeluarkan kepada masyarakat dapat menunjang
operasional dan pencapaian tujuan jangka panjang perusahaan.
II.3.
Pelaporan, pengungkapan akuntansi sosial
Dalam
pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan sosialnya terdapat dua
dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan manfaat
social (Social benefit) dan dampak
negatif yang disebut dengan pengorbanan sosial (Social Cost). Masalah yang timbul adalah bagaimana mengukur kedua
dampak tersebut. Menurut Harahap (1993), masalah pengukuran akuntansi sosial
memang rumit, karena jika dibandingkan dengan transaksi biasa yang langsung
dapat dicatat dan mempengaruhi posisi keuangan, maka dalam akuntansi sosial
terlebih dahulu harus diukur dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan
oleh perusahaan.
Menurut
Belkoui (1985) yang dikutip oleh Harahap (1993), pelaporan dalam akuntansi
sosial, berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau dampak
negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. Pelaporan ini menurut Belkoui (1980)
dalam Sawardjono (1991) didasari relevan atau tidaknya informasi tersebut, dan
relevansi ini tergantung pada para pemakai informasi. Menurut Sawardjono
(1991), peningkatan kebutuhan informasi ini dapat dilihat dari semakin
banyaknya perusahaan yang telah melaporkan tanggungjawab sosialnya. Di
negara-negara maju seperti Amerika, Kanada, Inggeris, Australia dan Jepang,
pelaporan ini sudah merupakan hal yang lazim.
Secara
empiris beberapa perusahaan di Amerika seperti IBM, Chase Manhattan
corporation, Bank of Minneapolis telah memaparkan informasi social secara
kuantitatif dalam laporan keuangannya, yang menunjukkan pengukuran ataas
praktik pengukuran dampak social perusahaan mereka (Achmad Sonhadji, 1989)
Selanjutnya
dengan semakin berkembangnya pasar modal, perusahaan-perusahaan melaporkan dan
mengungkapkan aktifitas sosial untuk memberikan informasi kepada pemilik modal,
calon investor dan pihak-pihak luar (stakeholders) lainnya yang juga
berkepentingan. Praktik pengungkapan sosial (social disclosure) dalam laporan
tahunan perusahaan telah dilakukan dinegara negara Eropa barat, Amerika
Serikat, Australia, Selandia Baru, Singapura dan Malaysia. Keadaan ini turut
mendorong perusahaan–perusahaan untuk mengungkapkan secara sukarela untuk
setiap periode mengenai lingkungan sosialnya, sehingga dapat menunjukkan kepada
kepada pihak–pihak yang berkepentingan terhadap laporan tahunan perusahaan yang
dapat menjelaskan kepedulian dan kepekaan sosial suatu entitas bisnis.
II.4.
Dampak Akuntansi Sosial
Dalam
penerapan akuntansi sosial oleh subuah perusahaan pasti akan menimbulkan dampak
positif maupun negatif. Beberapa dampak negatif dari penerapan akuntansi
sosial, yaitu :
1) Kerugian
ekonomi
Biaya-biaya
ini meliputi tagihan pengobatan dan rumah sakit yang tidak dikompensasi,
hilangnya produktivitas, dan hilangnya pendapatan yang diderita oleh pekerja.
Jelaslah, perhitungan ganda atas hilangnya pendapatan dan produktivitas harus
duhindari.
2) Kerugian
fisik
Menghitung
nilai dari kehidupan atau kesehatan manusia adalah hal yang sulit untuk
dilakukan, tetapi seringkali dicoba dalam analisis biaya-manfaat yang
tradisional.
3) Kerugian
psikologis
Kerugian-kerugian
ini juga sulit untuk dikuantifikasi dan harus didiskontokan pada tingkat bunga
yang sesuai.
4) Kerugian
sosial
Dalam
keluarga pekerja, perubahan peran dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit
tersebut. keluarga tersebut dapat menjadi begitu trauma sehingga terjadi
perpecahan. Nilai sekarang dari seluruh dampak ini bagaimanapun juga harus
dihitung.
BAB
III
PEMBAHASAN
III.1. Tinjauan
Penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia
Di
Indonesia sendiri, tanggungjawab akuntansi sosial ini diatur dalam UU No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal 74 ayat 1 menyebutkan bahwa
“perseroan yang menjalankan usahanya dibidang atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya”. Ayat 2
“tanggung jawab sosial badan usaha merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya
dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran” dan pasal 3 “perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai ketentuan dan
perundangundangan.
Untuk
membahas permasalahan bagaimana penerapan akuntansi sosial di Indonesia, maka
akan diuraikan terlebih dahulu tentang krisis ekonomi yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia dan kaitannya dengan permasalahan sosial yang terjadi pada beberapa
perusahaan. Kemudian akan di bahas peran akuntansi sosial dalam mendorong
terciptanya tanggungjawab sosial perusahaan pada kondisi bisnis sekarang ini,
yang didasarkan pada uraian teoritis sebelumnya.
A. Krisis
ekonomi di Indonesia
Krisis
ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan sejak tahun 1997 telah mendongkrak
bangsa ini pada posisi krisis multi dimensi pada hampir seluruh aspek
kehidupan. Khususnya jika dilihat secara lebih rinci pada aspek ekonomi,
sendi–sendi perekonomian (Investasi,produksi dan distribusi) lumpuh sehingga
menimbulkan kebangkrutan dunia usaha, meningkatnya jumlah korban PHK, tingginya
angka pengangguran, menurunnya pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat,
dan akhirnya bermuara pada bertambahnya angka-angka jumlah peduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan. Dengan tingginya suku bunga diatas enam puluh persen
pada puncak krisis saat itu, sangat sulit bagi sektor perbankan untuk
menggulirkan kredit, ditambah ketatnya aturan likuiditas disektor perbankan
sebagai akibat dari akumulasi kredit macet grup Konglomerat dan anak perusahaan
dari bank-bank bermasalah mendorong pemerintah melakukan likuidasi,
restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan.
Menurut
Rizal Ramli (1998), krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan
timbulnya berbagai hal yang tidak pasti, sehingga indikator–indikator ekonomi
seperti tingkat suku bunga, laju inflasi, nilai tukar, indeks harga saham
gabungan, dan sebagainya sangat rentan terhadap isu–isu sosial. Hal ini
membuktikan bahwa aspek sosial dan aspek politik dapat mengundang sentimen
pasar yang bemuara pada instabilitas ekonomi. Kondisi seperti ini tentunya
berdampak sangat buruk bagi peta bisnis dan iklim investasi di Indonesia
terutama untuk mendapatkan kepercayaan investor asing yang ingin menanamkan
modalnya di Indonesia.
Upaya-upaya
pemerintah menyakinkan dunia Internasional akan stabilitas sosial politik dan
keamanan belum menunjukkan tanda–tanda yang berarti karena tidak didukung oleh
data dan fakta yang sebenarnya, bahkan beberapa Investor asing berencana melakukan
relokasi bisnis dan investasinya ke negara Asia Tenggara lainnya seperti ke
Vietnam,Thailand dan Kamboja yang dianggap lebih kondusif untuk berinvestasi
seperti kasus pabrik sepatu di Tangerang, Banten dan Sidoardjo, Jawa Timur.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi dan krisis sosial di Indonesia
sampai saat ini masih menjadi dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, dan
pengaruhnya terhadap dunia bisnis sangat signifikan, sehingga perusahaan yang
ingin menjalankan operasional bisnisnya di Indonesia tidak dapat melepaskan
diri dari permasalahan sosial yang sedang dihadapi oleh bangsa ini.
Permasalahan sosial bagi perusahaan memang bukan menjadi target utama, karena
banyak faktor–faktor lain seperti investasi, permodalan, produksi, pemasaran
yang berkaitan langsung dengan aktifitas normal sebuah perusahaan, tetapi
konsekuensi dari interaksi antara perusahaan dengan lingkungan yang sedang
mengalami krisis sosial menjadi tidak dapat dihindari.
B. Permasalahan
sosial dalam dunia bisnis di Indonesia
Tabel.
1 akan mengikhtisarkan beberapa contoh permasalahan sosial yang dihadapi oleh
perusahaan.
TABEL
. 1
CONTOH PERMASALAHAN SOSIAL PADA
DUNIA BISNIS INDONESIA
No
|
Contoh kasus
|
Lokasi
|
Permasalahan Sosial
|
1.
|
PT.Inti
Indo Rayon Utama
|
Porsea
Propinsi
. Sumatera Utara
|
Dihentikan
operasional karena adanya masalah lingkungan dan masalah dengan masyarakat
sekitar industri
|
2
|
PT.
Exxon mobils
|
Lhokseumawe
Aceh utara
Prop
. DI Aceh
|
Menghentikan
kegiatan produksi karena faktor stabilitas keamanan
|
3
|
PT.Ajinamoto
Indonesia
|
Jakarta
|
Penarikan
distribusi, pemasaran, dan aktifitas produksi karena masalah sertifikasi
halal oleh MUI
|
4
|
Beberapa
Perusahaan kertas di Riau
|
Propisi
Riau
|
Mendapatkan
protes dari masyarakat setempat sehubungan permasalahan limbah industri dan
lingkungan
|
5
|
PT.Maspion
Indonesia
|
Sidoarjo
Surabaya
Jawa
Timur
|
Permasalahan
demo buruh dan isu kesejahteraan karyawan
|
6
|
PT.Telkom
Indonesia
|
Divre
IV
Jateng
dan DIY
|
Serikat
Karyawan (Sekar) PT.Telkom menolak penjualan Divre IV Kepada PT.Indosat
|
7
|
PT.
BCA
|
Jakarta
|
Serikat
Pekerja menolak Divestasi saham BCA
|
8
|
PT.Kereta
Api Indonesia
|
Jakarta
|
Serikat
Pekerja menolak kembalinya Dewan Direksi lama, karena dianggap bertanggung
jawab atas beberapa kasus kecelakaan kereta api yang terjadi di Indonesia
|
9
|
Bank
Internasional .Indonesia (BII)
|
Jakarta
|
Tuntutan
Karyawan atas gaji, upah dan peningkatan kesejahteraan pekerja
|
10
|
PT.Gudang
Garam
|
Kediri
Jawa
Timur
|
Mogok
Kerja Massal karyawan menuntut perbaikan gaji dan kesejahteraan pekerja.
|
Sumber : Review
berbagai sumber
Gambaran
ini semakin menunjukkan betapa dunia usaha sangat rentan dengan berbagai
masalah sosial. Beberapa kasus maraknya aksi demo buruh, penjarahan gudang,
perusakan gedung kantor dan pabrik, dan penggarapan lahan perusahaan karena
masyarakat menyakini tanah ulayat dan hak–hak rakyat yang dirampas oleh
penguasa pada masa lalu, semakin menguatkan fakta tentang stabilitas sosial
yang tidak kondusif.
C. Peran
Akuntansi Sosial
Situasi
dan kondisi seperti yang telah diuraikan diatas menuntut suatu entitas bisnis untuk
mampu mengakses kepentingan lingkungan sosialnya yang diikuti dengan
pengungkapan dan pelaporan kepada pihak–pihak yang berkepentingan sehingga
melahirkan sebuah laporan (output) yang mendeskripsikan segala aspek yang dapat
mendukung kelangsungan hidup sebuah entitas. Disinilah peran akuntansi
diharapkan dapat merespons lingkungan sosialnya sebagai perwujudan kepekaan dan
kepedulian entitas bisnis terhadap lingkungan sosialnya.
Akuntansi
sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan
sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja, pemerintah dan pihak lain
yang dapat menjadi pendukung jalannya operasional karena pergeseran
tanggungjawab perusahaan. Untuk mendapatkan gambaran inilah perusahaan harus
mampu mengakses lingkungan sosialnya, setelah itu untuk menindak lanjuti dan
mengukur kepekaan tersebut, perusahaan memerlukan informasi secara periodikal,
sehingga informasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat
bagi semua pihak (Shareholders, stakeholders, debtholders). Akuntansi sosial
dilaksanakan atas dasar aktifitas sosial yang dijalankan oleh suatu entitas
bisnis, selanjutnya diproses berdasarkan prinsip, metode dan konsep akuntansi
untuk diungkapkan bagi pihak – pihak yang berkepentingan, kemudian dari
informasi yang dihasilkan pengguna informasi akan dapat menentukan kebijakan
selanjutnya untuk aktifitas sosial dan kebijakan untuk lingkungan sosial entitas
bisnis yang dijalankan.
Kemudian
jika permasalahan akuntansi sosial ini dikaitkan dengan prinsip dasar good
corporate governance (GCG) yang menjadi issu penting pengelolaan perusahaan
saat sekarang ini, khususnya pada prinsip Responsibility yang berbicara tentang
bagaimana entitas bisnis bertanggung jawab kepada stakeholders dan juga
lingkungan, Satyo (2001) menulis bahwa prinsip dasar good corporate governance
(pengelolaan yang baik), ini mengharuskan perusahaan untuk memberikan laporan
bukan hanya kepada pemegang saham, calon investor, kreditur dan pemerintah
semata tetapi juga kepada stakeholders lainnya, seperti masyarakat umum,
konsumen, serikat pekerja dan karyawan perusahaan secara individu.
Saat
ini tuntutan pengelolaan perusahaan dengan baik (Good Corporate Governance)
juga telah menjadi issue global, dimana perusahaan-perusahaan multinasional yang
menjalankan operasionalnya di Indoensia selalu berusaha meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas publik, sehingga perusahaan tidak hanya
mementingkan motif bisnisnya saja, tetapi juga harus memperhatikan aspek
lingkungan dan masyarakat. Harahap (1993) memberikan contoh bagaimana penerapan
kepedulian sosial perusahaan-perusahaan di Indonesia yang ditunjukkan dalam
bentuk partisipasi sponsorship kegiatan keagamaan dan penyaluran beasiswa
pendidikan.
D. Praktik
pengungkapan sosial (Social Disclosure) di Indonesia
Praktik
pengungkapan sosial bagi perusahaan di Indonesia yang ingin mengungkapkan
lingkungan sosialnya dapat berpedoman kepada standar yang telah dikeluarkan dan
diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia, dimana secara implisit telah
mengakomodasi hal tersebut . Sebagaimana tertulis pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) no 1 (Revisi 1998). Paragraf 9 yang berbunyi sebagai
berikut:
“ Perusahaan dapat pula
menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan
laporan nilai tambah ( value added statement), khususnya bagi industri dimana
faktor – faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri
yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting.”
Berdasarkan
PSAK diatas, perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat melaporkan kegiatan
sosialnya untuk dikomunikasikan kepada pihak luar dalam bentuk laporan nilai
tambah, sehingga dapat dipahami bahwa upaya untuk pelaporan tanggungjawab
sosial perusahaan sudah diakomodir oleh profesi akuntan di Indonesia.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjabaran dan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, menunjukkan bahwa
dunia usaha di Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial.
Berbagai masalah sosial yang timbul memang bukan mutlak disebabkan oleh tidak
responsifnya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap lingkungan sosial,
tetapi turut dipengaruhi faktor-faktor makro lainnya. Namun demikian beberapa
kasus yang diuraikan pada Tabel 1 membuktikan bahwa dunia bisnis di Indoensia
sangat rentan dengan konflik sosial, dan ini tidak terlepas dari perubahan
lingkungan sosial seperti peta politik dan era reformasi.
Permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia
juga terjadi karena lemahnya penegakan peraturan tentang tanggungjawab sosial
perusahaan, misalnya tentang aturan ketenagakerjaan, pencemaran lingkungan,
perimbangan bagi hasil suatu industri dalam era otonomi daerah.
Perlunya
informasi lengkap untuk mengetahui masalah sosial yang berkenaan langsung
dengan lingkungan sosial suatu entitas bisnis dapat menjadi pertimbangan bagi
perusahaan untuk mendeteksi secara langsung stabilitas lingkungan sosial dan
hubungannya dengan kelangsungan hidup perusahaan, dan disinilah peran akuntansi
sosial mengkomunikasikan hubungan antara entitas bisnis dengan entitas sosial
melalui pengungkapan sosial (sosial disclosure) perusahaan secara periodik,
sehingga dapat menjembatani dan meminimalisir permasalahan-permasalahan sosial
yang muncul pada dunia usaha (entitas bisnis) di Indonesia.
Beberapa
kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan uraian tentang akuntansi sosial dan
penerapannya di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1. Akuntansi
Sosial masih menjadi pro dan kontra di dunia akuntansi sampai saat ini
mengingat masih terdapatnya pro dan kontra tentang sejauh mana perusahaan harus
bertanggung jawab kepada lingkungan sosialnya.
2. Akuntansi
Sosial didefinisikan oleh para pakar akuntansi sebagai proses untuk
mengukur,mengatur dan melaporkan dampak interaksi antra perusahaan dengan
lingkungan sosialnya.
3. Untuk
mengukur manfaat social (social Benefit) maupun pengorbanan social (Social
Cost) dapat dipergunakan cara penilaian pengganti, teknik survey dan keputusan
dari pengadilan, dan beberapa teknik lainnya yang direkomendasikan oleh para
ahli dan bukti-bukti empiris praktik akuntansi sosial di Amerika.
4. Pelaporan
dan pengungkapan sosial di beberapa negara maju sudah lazim dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar untuk mendeskripsikan kepedulian sosialnya kepada
para pemakai laporan keuangan
5. Penerapan
akuntansi sosial di negara Indonesia masih mengalami kendala-beberapa kendala,
diantaranya kesadaran dunia bisnis yang masih rendah dan kurangnya penegakan
aturan tentang tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia.
6. Praktik
pengungkapan sosial perusahan-perusahaan di Indonesia juga masih sangat rendah
karena diduga perusahaan masih berorientasi kepada para Shareholder dan
debtholders saja.
7. Peran
dan penerapan akuntansi sosial perlu dikembangkan di Indonesia untuk dapat mendorong
terciptanya tanggungjawab sosial perusahaan yang diharapkan mampu meminimalisir
permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh entitas bisnis di
Indonesia, sehingga terjadinya iklim investasi yang sehat dan stabilitas
ekonomi yang tangguh.
Tugas Jimmy
1 komentar:
halo saya anya bennett, seorang penulis keuangan. saya menulis di beberapa topik terkait keuangan seperti utang, pinjaman, asuransi, investasi dan sebagainya. saya menemukan blog Anda saat berselancar di internet untuk menemukan blog yang cocok untuk menulis artikel. itu sangat banyak akal dengan konten yang kaya dan bagus dan memiliki presentasi yang jelas. saya harus menghargai kerja keras Anda dan berharap Anda beruntung. saya bertanya-tanya apakah ada orang di sini yang mencari pemberi pinjaman pinjaman positif untuk melaksanakan proyek atau kebutuhan keuangan Anda? saya merekomendasikan orang tersebut untuk menghubungi mr pedro jerome (pedroloanss@gmail.com) yang telah membantu banyak pengusaha muda & tua di seluruh dunia untuk bantuan keuangan jadi saya sangat yakin bahwa mr pedro dapat membantu di tingkat 2. layanan pinjaman kepada siapa pun di sini mencari pinjaman. terima kasih sekali lagi telah mengizinkan saya untuk menulis di blog Anda. Saya yakin saya telah memberikan Anda artikel yang benar-benar unik dan relevan sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca Anda. jika Anda tidak senang dengan catatan singkat saya, saya dengan hormat menyesalinya sebelumnya. salam hormat saya, anya bennett.
Posting Komentar