Jumat, 29 November 2013

Makalah Keluarga Merupakan Pendidik Pertama & Utama




BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Setiap anak dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah, artinya manusia lahir membawa fitrah beragama dan potensi berbuat baik. Fitrah inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk Allah lainnya. Fitrah dan potensi yang sudah ada semenjak dilahirkan itu tidak akan berkembang secara optimal tanpa adanya pemeliharaan dan bimbingan. Bimbingan untuk pengembangan fitrah dan potensi yang masih berupa bibit atau benih itu dapat melalui proses pendidikan. Seorang anak harus dipandu dan diarahkan agar mereka tidak menyimpang dari fitrah dan potensinya yang sudah mereka bawa semenjak lahir dengan memberikan pendidikan. 
Kegiatan dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan saling mendukung untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian seorang anak yang baik dan sholeh. Lingkungan pertama yang punya peran adalah lingkungan keluarga, disinilah anak dilahirkan,di rawat dan dibesarkan. Disinilah proses pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa demikian? Karena orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazdkan adzan dan iqomah ditelinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang yang pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya. 
Orang tua, ibu khususnya karena seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu bersama anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika seorang ibu mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
Masa-masa anak hanya berinteraksi dengan anggota keluarga, ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk membentuk karakter seorang anak. Orang tualah yang mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dirumah yang merupakan teladan bagi anak. Disadari atau tidak oleh orang tua, gerak-gerik dan tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap saat dilihat, dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi mereka.
Kalau materi yang sering diterima anak baik, sebuah keluarga yang harmonis, hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang, secara otomatis unsur-unsur kebaikan itu akan tertransfer kedalam diri anak, disaat itu bisa dikatakan orang tua telah berhasil menjadi seorang guru yangbaik bagi anaknya. Namun jika materi yang sering diterima anak tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perhatian dan kasih sayang yang kurang karena orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, ucapan-ucapan yang tidak baik, disaat itu orang tua telah gagal menjadi guru pertama dan utama bagi anak.
Proses kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi anak sebelum mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu,seharusnya setiap orang tua harus mampu memanfaatkan masa-masa ini untuk mengembangkan potensi anak untuk membentuk pribadi yang sempurna. Setiap oarng tua selalu mengatakan dan berharap punya anak yang baik dan sholeh. Jadi untuk mewujudkan keinginan dan harapan itu, jadilah orang tua sekaligus guru bagi anak dirumah, dengan menyajikan materi-materi yang mereka butuhkan yaitu suasana yang tenang tanpa pertengkaran dan kekerasan, kasih sayang dan perhatian yang cukup dari sosok seorang ibu dan ayah (jadilah ayah dan ibu ideal bagi anak-anak anda).
Selanjutnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga atau orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Bagi seorang anak , keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.

1.2    Rumusan Masalah
1.    Mengapa keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama ?
2.    Bagaimana Keluarga menjadi pendidik yang pertama dan utama ?

1.3    Tujuan
1.    Menjelaskan keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama.
2.    Menjelaskan peranan keluarga dalam mendidik anak.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Keluarga
Keluarga (bahasa Sansekerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti "anggota")adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosialterdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

2.2    Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga.
Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, “bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah”.
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidik karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut megawangi ada 3 kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepad orang lain (anak). Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.
Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.
Menurut Bowlby, normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya 1 orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya.
Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadapanaknya yang berusia dibawah 6 bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.
Sedangkan Menurut Popov dan kawan-kawan (1997), orang tua dapat berperan sebagai :
a)    Educator yaitu bisa menciptakan dan menyadari adanya teach able momentdalam keluarga.
b)   Autority yaitu bisa mengembangkan batas-batas normatif.
c)    Guide yaitu bisa share your skills kepada anak-anak.
d)   Conselor yaitu mampu memberi dukungan pada anak ketika mengalami dilema moral.

Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagaipola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti: makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti: rasa aman, kasih sayang), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.

2.3    Tujuan Pendidikan Keluarga
Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama.
Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak.

2.4    Fungsi Pendidikan Keluarga
Menurut MI Soelaeman (1978) keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut :
a)    Fungsi edukatif adalah yang mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.
b)   Fungsi sosialisasi anak adalah keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan dan membimbing anak agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial (masyarakat), sehingga kehadirannya akan diterima oleh masyarakat luas.
c)    Fungsi proteksi (perlindungan) adalah keluarga berfungsi sebagai wahana atau tempat memperoleh rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota keluarganya.
d)   Fungsi afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
e)    Fungsi religius keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.
f)    Fungsi ekonomi adalah keluarga sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan materil yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup efisien, ekonomis dan rasional.
g)   Fungsi rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat dan penuh semangat.
h)   Fungsi biologis, keluarga sebagai wahana menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota keluarganya.

2.5    Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga
Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan keluarga dapat diketahui dari pertanyaan “Sampai berapa jumlah tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak?” tampaknya ruang lingkup tidak terbatas. Sejak anak dalam kandungan, orang tua sudah bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan perkembangan anak. Tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan dan pendidikan anaknya tampaknya lebih berpangkal pada tanggung jawab instingtif dan moral. Dan akan bertambah ringan, apabila anak sudah mampu berdiri sendiri karena pada akhirnya orang tua harus “melepaskan“ anaknya, supaya mampu berdiri dan tidak lagi tergantung kepada orang tuanya.

2.6    Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga
Urgensi dan strateginya penguatan institusi keluarga sebagai wahana pengembangansumber daya manusia. Brean Frenbrenner dalam Syakrani (2001) mengemukakan bahwa sejak dulu keluarga menjadi wahana pembentukan karakter dan keterampilan dasar manusia.Bahkan Brenner dan Couts menjabarkan lebih luas bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga keagamaan dan politik akan menjadi pilar penyangga terbentuknya civil society.
Betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi anak-anak yang sedang berkembang. Pentingnya pembentukan sumber daya manusia berbasis keluarga juga bisa dilihat dari konsep investment in children memahami perlunya penguatan keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia dari sudut pandang orientasi nilai dan perkembangan daya nalar anak.

2.7    Strategi Pendidikan Keluarga
Pendekatan pendidikan keluarga adalah secara terpadu, seimbang antara pendekatan endogenous (menimbulkan diri dalam) dan conditing (pembiasaan, mempengaruhi dari luar) serta enforcement (pemaksaan). Anak-anak dalam keluarga sangat kuat proses identifikasinya kepada orang tua dalam berbagai tingkah laku, cara berfikir dan cara menyikapi tentang suatu keadaan. Di samping faktor keteladanan, faktor pembiasaan yang didasarkan atas cinta kasih merupakan sarana atau alat pendidikan yang besar pengaruhnya bagi pembentukan budi pekerti dan moral.
Di dalam keluarga yang religius terjadi interaksi interpersonal yang bernilai sosial edukatif dan religius. Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan taraf kematangan anak, tingkat penalaran, emosi, bakat, pengetahuan dan pengalamannya. Orang tua yang efektif dalam proses pendidikan ditentukan oleh kemampuannya dalam membimbing dan mengarahkan serta memecahkan persoalan-persoalan secara demokratis.
Strategi lain dalam mengembangkan pendidikan dalam keluarga adalah dengan konsep tumbuh kembang anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta perkembangan motorik, mental, sosio-emosional dan perkembangan moral spiritual. Ada 3 konsep penting yang mencakup aktivitas yakni pola asuh, pola asah dan pola asih. Strategi yang dapat digunakan oleh orang untuk mengembangkan moral dan keterampilannya, yaitu :
    a)      Bantulah anak untuk menemukan sendiri tujuan hidupnya.
    b)      Bantulah anak mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan hidupnya.
    c)      Jadilah figur ideal bagi anak dalam berperilaku.
    d)     Beri semangat dan gugah hati anak untuk berperilaku terpuji.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Keluarga Merupakan Pendidik Pertama dan Utama

Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bias memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya.
Karena sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan perkembangan-perkembangan awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi juga fisiologi. Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang mengatakan kualitas makanan yang diberikan kepada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan atau kemampuan mereka kelak, maka dalam pendidikan ada konsep yang mengatakan bagaimana perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah seperti itulah jadinya anak itu setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar keluarga member makanan bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan sempurna. Begitu pula konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan anak-anak kecil itu dengan baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang yang berguna kelak.
Namun informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi tentang pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak diterima dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-anak dengan baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi masih banyak sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan. Kenakalan ini sebagian besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak benar, antara lain terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang, terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya.
Kenyataan di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya pengembangan pendidikan keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang belum ditangani seperti pada pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau sebagian besar keluarga tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan benar.
Walaupun isi pendidikan itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan afeksi, seperti kerajinan, kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong, keimanan, ketakwaan, menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka menolong, dan sebagainya. Di sini tampak masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang, di satu pihak dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang pertama dan utama namun di pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani secara utama atau diterlantarkan.
Oleh karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan.
Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan,bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga.
Problem yang dialami oleh anak jalanan untuk memperoleh pendidikan salah satunya adalah minusnya, karena tidak adanya peran keluarga. Kalaupun akhirnya mereka bersekolah, mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja. Sementara kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif lainnya sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas.
Umumnya mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran tersebut. Kalaupun mereka memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif untuk saling berbagi perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mencoba memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya bagaimana dia mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia memperoleh kasih sayang sejati.
Dari paparan di aatas kita bisa mengerti betapa penting peran keluarga dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam mana ikatan emosional, darah dan kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sebagian orang secara tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya menjadi pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di bangku sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolahanataupun masyarakat.

BAB IV
KESIMPULAN
4.1    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidik karakter anak, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga termasuk sekolah ataupun masyarakat untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.


0 komentar:

Posting Komentar

Facebook Twitter Delicious Digg Stumbleupon Favorites More