Sumber : Dr. Uhar Suharsaputra
Tanpa
saudara kandungnya Pengetahuan, Akal (Instrumen berfikir Manusia) bagaikan si
miskin yang tak berumah, sedangkan Pengetahuan tanpa akal seperti rumah yang
tak terjaga. Bahkan, Cinta, Keadilan, dan Kebaikan akan terbatas kegunaannya
jika akal tak hadir (Kahlil Gibran).
Pengetahuan
merupakan suatu kekayaan dan kesempurnaan. ..Seseorang yang tahu lebih banyak
adalah lebih baik kalau dibanding dengan yang tidak tahu apa-apa (Louis
Leahy)
Mengetahui
merupakan kegiatan yang menjadikan subjek berkomunikasi Secara dinamik dengan
eksistensi dan kodrat dari “ada” benda-benda (Sartre)
A. MAKNA
MENJADI MANUSIA
Kemampuan
manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi
dasar yang memungkinkan manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu
melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam
diri manusia merupakan akibat dari aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat
wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai
kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan
manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir
juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan
selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi penting bagi kegiatan
berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan kemudian ALLAH
mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam (Manusia)
merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan
itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks yang lebih
luas, perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat
dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada Manusia untuk berpengetahuan
disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/gunakan akal) yang banyak
tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat berubah
dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia
beramal bagi kehidupan. semua ini pendasarannya adalah penggunaan akal melalui
kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan
pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin mendalam dan makin
bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia
mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia mampu
melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua
itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia
(sudut pandang positif/normatif).
Kemampuan
untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok
yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan
kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding
makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di
muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan
menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Semua itu, pada
dasarnya menggambarkan keagungan manusia berkaitan dengan karakteristik
eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan sebagai bagian
dari Alam ini.
Dalam
konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para akhli telah banyak
mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama
dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan. Secara umum
komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang
Naturalis/biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis pada
dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst
Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal
sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang
menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa
tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya manusia
itu adalah suatu mesin.
Kalau
manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa bermasyarakat dan
berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?, pertanyaan ini telah
melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti manusia adalah makhluk
yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah makhluk yang berbudaya
(Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa, sadar diri, dan merasa malu
(Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain karena manusia adalah hewan
yang berfikir/bernalar (the animal that reason) atau Homo
Sapien.
Dengan
memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang cenderung
merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut pandang tersebut
memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia. Blaise
Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila kita
menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang dengan
tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah bahaya
untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak menunjukan
kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran
dan kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami lebih jauh
siapa itu manusia, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi:
Plato
(427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur
jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai
tiga fungsi (kekuatan)
yaitu logystikon (berfikir/rasional,thymoeides (Keberanian),
dan epithymetikon (Keinginan)
Aristoteles (384
– 322 SM). Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan
pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah
hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewan yang membangun
masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada
kampung dan negara.
Ibnu
Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1)
makan, 2) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, 5)
pergerakan di bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang
umum, dan 7) kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan
1, 2, dan 3, serta hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
Ibnu
Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir,
kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala
kemulyaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
Ibnu
Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai
kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), 2)
Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
Harold
H. Titus menyatakan : Man is an animal organism, it is true but he
is able to study himself as organism and to compare and interpret living forms
and to inquire about the meaning of human existence. Selanjutnya Dia
menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan (menjadi karakteristik –
pen) dengan manusia sebagai pribadi yaitu :
i. Self conscioueness
ii. Reflective thinking, abstract thought,
or the power of generalization
iii. Ethical discrimination and the power of
choice
iv. Aesthetic appreciation
v. Worship and faith in a higher power
vi. Creativity of a new order
William
E. Hocking menyatakan : Man can be defined as the animal who thinks
in term of totalities.
C.E.M.
Joad. Menyatakan : every thing and every creature in the world except man
acts as it must, or act as it pleased, man alone act on occasion as he
ought
R.F.
Beerling. Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya.
Dari
uraian dan berbagai definisi tersebut di atas, dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan tentang siapa itu manusia yaitu :
1.
Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga
2.
Manusia punya kemampuan untuk bertanya
3.
Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan
4.
Manusia punya kemauan bebas
5.
Manusia bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)
6.
Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya
7.
Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan kesadara diri
8.
Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan
Apabila
dibagankan dengan mengacu pada pendapat di atas akan nampak sebagai berikut :
Tabel 1.1. Dimensi-dimensi manusia
MANUSIA
|
||
HEWANI/BASARI
|
INSANI/MANUSIAWI
|
|
JASAD/FISIK/BIOLOGIS
|
JIWA/AKAL/RUHANI
|
|
MAKAN
|
BERFIKIR
|
|
MINUM
|
BERPENGETAHUAN
|
|
TUMBUH
|
BERMASYARAKAT
|
|
BERKEMBANGBIAK
|
BERBUDAYA/BERETIKA/BERTUHAN
|
Dengan
demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan antara manusia
dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis perbedaan manusia
dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek
kemampuan berfikir, bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya
sangat asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya
bekutat dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat,
maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa
mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal untuk berfikir dan
berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan
sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu
kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang
melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari
seluruh ajaran Agama.
Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar
posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam
konstelasi kehidupan di alam ini. Meskipun demikian penggambaran di atas harus
dipandang sebagai suatu pendekatan saja dalam memberi makna manusia, sebab
manusia itu sendiri merupakan makhluk yang sangat multi dimensi, sehingga
gambaran yang seutuhnya akan terus menjadi perhatian dan kajian yang menarik,
untuk itu tidak berlebihan apabila Louis Leahy berpendapat bahwa
manusia itu sebagai makhluk paradoksal dan sebuah misteri, hal ini menunjukan
betapa kompleks nya memaknai manusia dengan seluruh dimensinya.
B. MAKNA
BERFIKIR
Semua
karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan keagungan pada
dasarnya merupakan akibat dari anugrah akal yang dimilikinya, serta
pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan Tuhan pun memberikan tugas
kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan larangan) di muka bumi pada
manusia tidak terlepas dari kapasitas akal untuk berfikir, berpengetahuan,
serta membuat keputusan untuk melakukan dan atau tidak melakukan yang
tanggungjawabnya inheren pada manusia, sehingga perlu dimintai
pertanggungjawaban.
Sutan
Takdir Alisjahbana. Menyatakan bahwa pikiran memberi manusia pengetahuan yang
dapat dipakainya sebagai pedoman dalam perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang
menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena itu berfikir merupakan atribut
penting yang menjadikan manusia sebagai manusia, berfikir adalah fondasi dan
kemauan adalah pendorongnya.
Kalau
berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri penting yang
membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud berfikir, apakah
setiap penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal
dengan cara tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah mencoba
mendefinisikan makna berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri, namun yang
jelas tanpa akal nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan,
demikian juga pemilikan akal secara fisikal tidak serta merta mengindikasikan
kegiata berfikir.
Menurut J.M.
Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi ini nampak
sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah kegiatan
fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental
sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan
dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika
demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan.
Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu
itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu terjadi tahulah
dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu memperoleh
pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih mampu untuk
melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu memposisikan diri
lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara
itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu
mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui.
Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi
jika akal/pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu
bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang
atau dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa
juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli
tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi. Berfikir merupakan upaya
untuk memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuan tersebut proses berfikir
dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan yang baru, dan proses itu
tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus dilakukan.
Menurut Jujus
S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Dengan demikian berfikir mempunyai gradasi yang berbeda
dari berfikir sederhana sampai berfikir yang sulit, dari berfikir hanya untuk
mengikatkan subjek dan objek sampai dengan berfikir yang menuntut kesimpulan
berdasarkan ikatan tersebut. Sementara itu Partap Sing Mehra menyatakan
bahwa proses berfikir mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :
- Conception (pembentukan gagasan)
- Judgement (menentukan sesuatu)
- Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
Bila
seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir tentang sesuatu, ini mungkin
berarti bahwa dia sedang membentuk gagasan umum tentang sesuatu, atau sedang
menentukan sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari argumentasi)
berkaitan dengan sesuatu tersebut.
Cakupan
proses berfikir sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan bentuk substansi
pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan terbentang suatu proses (urutan)
berfikir tertentu sesuai dengan substansinya. MenurutJohn Dewey proses
berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) sebagai berikut :
Timbul
rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenai sifat,
ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
Kemudian
rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
Timbul
suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau
teori.
Ide-ide
pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan
mengumpulkan bukti-bukti (data).
Menguatkan
pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui
keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
Sementara
itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit
- Rasa sulit tersebut didefinisikan
- Mencari suatu pemecahan sementara
- Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
- Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
- Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
- Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Urutan
langkah (proses) berfikir seperti tersebut di atas lebih menggambarkan suatu
cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan gradasi tertentu
disamping berfikir biasa yang sederhana serta berfikir radikal
filosofis, namun urutan tersebut dapat membantu bagaimana seseorang berfikir
dengan cara yang benar, baik untuk hal-hal yang sederhana dan konkrit maupun
hal-hal yang rumit dan abstrak, dan semua ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang
dimiliki oleh orang yang berfikir tersebut.
C. MAKNA
PENGETAHUAN
Berfikir
mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge) atau sesuatu yang diketahui agar
pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat berproses dengan benar, sekarang apa
yang dimaksud dengan pengetahuan ?, menurutLangeveld pengetahuan ialah
kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui, di tempat lain dia
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan kesatuan subjek yang mengetahui dengan
objek yang diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek
sebagai dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan selalu berkaitan dengan objek
yang diketahui, sedangkanFeibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek
(Knowledge : relation between object and subject). Subjek adalah individu yang
punya kemampuan mengetahui (berakal) dan objek adalah benda-benda atau hal-hal
yang ingin diketahui. Individu (manusia) merupakan suatu realitas dan
benda-benda merupakan realitas yang lain, hubungan keduanya merupakan proses
untuk mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia.
Di sini
terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang
objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu
realitas demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu
interaksi partisipatif, tanpa semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini
sejalan dengan pendapat Max Scheler yang menyatakan bahwa pengetahuan
sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu realita yang lain, tetapi
tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu. Sebaliknya
subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.
Pengetahuan
pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu,
termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,), Pengetahuan tentang objek
selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi tetap dan tak terlukiskan
serta unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep
disebut unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur material atau isi (Maurice
Mandelbaum). Interaksi antara objek dengan subjek yang menafsirkan, menjadikan
pemahaman subjek (manusia) atas objek menjadi jelas, terarah dan sistimatis
sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Pengetahuan
tumbuh sejalan dengan bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan
informasi yang bermakna guna menggali pemikiran untuk menghadapi realitas dunia
dimana seorang itu hidup (Harold H Titus).
D. BERFIKIR
DAN PENGETAHUAN
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia,
tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir
dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak
sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin
rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan.
Semakin akumulatif
pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat
pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga
lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang
yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat
dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah
pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari
ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
- Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
- Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu)
- Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat)
Semua
jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya
masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap
merupakan sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan
berpengetahuan pada manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk
lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin
memerlukan keakhlian, sehingga makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan
makin sedikit yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi
berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang tetap saja mereka
bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh pengetahuan, terutama
dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia dapat
mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan
eksistensial).
Berpengetahuan
merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk
itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir
untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua
alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu:
- Manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.
- Manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
Dengan
demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan instrumen penting
untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam hidupnya di dunia, tanpa
itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan manusia (meski kenyataan
menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat
kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat).
0 komentar:
Posting Komentar